PWNU Banten News

Sejarah NU Di Banten

Tidak banyak yang menulis bahwa pada pembentukan NU pada tanggal  16 Rajab 1344 H. atau 31 Januari 1926 di Tebu Ireng Jombang Jawa Timur itu ada beberapa Kiayi Banten yang hadir dan ikut terlibat langsung dalam pendirian NU.

Pada pembentukan itu hadir KH. Mas Abdurrahman bin Jamal yang sudah beroleh sebutan Bahrul Ulum dan KH. E. Moh. Yasin, kedua ‘ulama tersebut selain menyetujui di dirikan nya Nahdlatul ‘Ulama selanjutnya menyetujui pula konsensus Tebu Ireng tentang penambahan nama pada setiap lembaga yang di khadami para peserta Konsensus Tebu Ireng untuk menambahkan kllimat ‘li Nahdatil Ulama’ di setiap lembaga yang dipimpin oleh peserta konsensus.

Konsensus itupun di laksanakan oleh para peserta ternasuk peserta dari Banten Kiayi Mas Abdurrahman dan Kiayi Muhammad Yasin yg keduanya merupakan pendiri Matlaul Anwar Menes. sehingga nama Matlaul Anwar menjadi Matlaul Anwar linahdlatil Ulama.
Kiayi Mas Abdurrahman kemudian masuk dalam struktur pertama Nahdlatul Ulama sebagai bagian dari jajaran Syuriah.
Sampai muktamar ketiga di Surabaya, tahun 1928, hanya beberapa kiai Banten Jawa Barat yang hadir. Di antaranya KH Abdurrahman Menes, Banten, KH. E. Muhammad Yasin, KH Muhyi Bogor, KH Abdullah Cirebon, dan KH Abdul Halim Leuwimunding, Majalengka. Namun, kiai yang disebut terakhir itu memang waktu itu beraktivitas di Surabaya sebagaimana KH Idris Kamali asal Cirebon yang hadir di Muktamar kedua di kota yang sama. Waktu itu Kiai Idris tidak beraktivitas dari kota asalnya, melainkan di Jombang, karena ia adalah menantu Hadratussyekh KH Hasyim Asy’ari.
Barulah pada muktamar keempat di Semarang, tahun 1929 kiai dari Banten dan Jawa Barat bertambah. Selain yang disebutkan sebelumnya, kecuali KH Muhyi Bogor, hadir di antaranya KH Ahmad Dimyati Sukamiskin Bandung, KH Abdullah Kuningan, KH Abdullah Indramayu, KH Abdul Latif Cibeber Banten, Penghulu Junaidi Batavia, Guru Manshur Batavia (Jakarta), KH Abdul Aziz Cilegon (Banten), Abdul Khair Cirebon, KH Dasuqi Majalengka dan Syekh Ali Thayib yang mewakili Tasikmalaya.
Pada muktamar NU di Malang ke 12 tahun 1937,  KH. E. Muhammad Yasin di tunjuk untuk penyelenggaraan muktamar NO ke 13 tahun 1938 di Menes, karena sudah sepuh dan sering udzur sedang sibuknya mempersiapkan muktanmar ke 13,  KH. E. Muhammad Yasin wafat maka kedudukan ketua penyelanggara muktamar NU ke 13 di Menes di alihkan kepada menantunya KH. Tb. M. Rusydi bin KH. Tb. Arsyad berlangsunglah muktamar yang inti kepanitiaannya adalah PB. MATHLAUL ‘ANWAR LINAHDLOTIL ‘ULAMA.
Kongres Nu Ke-13 Di Banten
Kamis, 16 Juni 1938. Saat itu, sekira pukul 13.00 WIB terdengar sebuah dentuman bom di Menes Banten. Namun aneh, Tak ada histeria warga. Tak ada jeritan kesakitan atau raungan merana dari orang-orang sekitar daerah ledakan bom itu. Padahal yang meledak itu adalah betul-betul bom, bukan bom dalam pengertian kiasan. Sebaliknya, warga malah bersorak-sorai. Raut muka mereka menunjukkan kegembiraan yang kuat. Tua-muda, pria-wanita, dengan wajah sumringah malah semakin berusaha mendekat pada sumber suara ledakan itu.
Jangan salah menerka. Memang, ledakan itu bukan serangan bom Belanda yang memang sudah sejak dua-setengah abad lebih masih bercokol di Bumi Pertiwi. Namun sebuah tanda permulaan “pesta besar” dimulai. Saat itu adalah waktu yang sangat istimewa. Hari itu sebuah pertemuan para “petinggi” Nahdlatul Ulama (NU) berskala Nasional digelar di Caringin Menes. Benar, NU pada saat itu menggelar Kongres (kini, Muktamar) yang ke-13.
Disaksikan ribuan warga, ratusan kiai-ulama NU sejak Banyuwangi hingga Labuhan Banten berkhidmat mengikuti musyawarah menentukan langkah NU ke depan bagi kepentingan Jam’iyyah NU sendiri maupun kontribusinya bagi kepentingan bangsa yang saat itu masih didzalimi kaum penjajah.
Sebelumnya, puluhan ribu masyarakat siswa-siswi Madrasah Mathlaul Anwar Li Nahdlatul Ulama (Malnu) yang mayoritas datang dari pelosok Banten dan sebagian Lampung, bergerak bersama dalam langkah penyambutan Kongres NU di jalan-jalan kecil dan besar. Derap langkah para pemuda pemegang panji-panji kebesaran NU mengepulkan debu jalanan bercampur dengan tetes keringat yang mengucur seperti kerasnya muntahan semangat perjuangan gegap-gempita kegembiraan dalam dada mereka menyambut dilangsungkannya hajat besar itu.
Pawai itu adalah pawai NU pertama di Banten dan  Jawa Barat. Pawai itu adalah yang terbesar dari sekian banyak aktifitas rapat akbar NU  di Banten dan Jawa Barat. Sangat luar biasa. Siapa gerangan “sohibul bait” yang bergerak di belakang layar acara gempita itu?
Perhelatan sangat besar itu digelar atas dukungan penuh kH. Tb. Rusydi dan KH Mas Abdurrahman, seorang tokoh pendidikan Islam yang kemudian mendirikan Mathlaul Anwar (MA). Selain saat itu KH Mas Abdurrahman menjabat Ketua Syuriyah NU Cabang Menes Banten, kiai sederhana dengan pikiran sangat maju inipun sebenarnya adalah salah seorang “bidan” yang ikut melahirkan NU bersama-sama KH Hasyim Asy’ari, KH Wahab Chasbullah dan sejumlah kiai-ulama lainnya, meskipun mungkin secara tidak langsung. Sejumlah nama para pendiri NU yang disebut terakhir itu adalah teman sejawatnya ketika KH Mas Abdurrahman mukim di Mekkah Al-Mukarramah dalam rangka berguru ilmu agama untuk sekian lamanya.
Kenyataan ini yang selanjutnya patut diambil hikmahnya: Ada semacam isyarat sejarah dan zaman yang memberikan suatu predikat tersendiri bagi perhelatan NU di Menes itu.
Kisah dentuman bom (dikutip dari buku “Verslag Congres Nahdlatoel Oelama”, terbitan HBNO Surabaya, 1938) itu nyatanya merupakan awal sebuah perhelatan NU di Banten dan Jawa Barat yang kemudian —menurut sejumlah orang— menjadi satu momentum dan monumen sejarah pertumbuhan dan perkembangan NU secara formal di Banten dan Jawa Barat.
Mutamar di Menes ini berlangsung sukses dan meriah. Dentuman meriam mengawali dimulainya acara Muktamar NU ini. Tokoh yg berperan aktif dalam acara ini adalah kiayi Tb. Muhammad Rusydi dan Kiayi Mas Abdurrahman.
Paska muktamar NU di Menes itu NU semakin matang.
Muktamar Palembang 1952
Pada tahun 1952 NU melaksanakan muktamar di Palembang Sumatera Selatan, hadir dari Banten tiga tokoh ‘ulama yaitu: KH. Amin Djasuta dari kota Serang, KH.Ayip Muhammad Dzuhri menantu dari KH.Tb. Ahmad Khotib dan KH. Uwes Abu Bakar yang saat itu rangkapjabatan sebagai Ketua NU Banten sekaligus Ketua PB. Malnu.
Dari beberapa hasil keputusan muktamar NU Palembang di antaranya NU menyatakan keluar dari partai Masyumi, ketiga utusan dari Banten menerima dan menyetujuinya kecuali KH. Amin Djasuta yang menolak dan akhirnya dia pindah ke Jam’iatul Wasliyah yang berpusat di kota Medan.
NU Banten 1952-2000
Pada masa ini NU di Banten banyak memeiliki tokoh besar pasca meninggalnya tokoh-tokoh NU Banten masa pertama. Sebut saja KH. Abdul Kabir Kubang Petir, KH. Maani Rusydi, KH. Mohammad Amin, KH. Syanwani Tirtayasa, KH. Dzamzami Kaloran, KH.Buya  Muhammad Dimyati, KH. Mufti Asnawi Binuang, KH. Ahmad Najiullah Cibeber, KH. Ghomrowi Ardani dsb. Sebagian dari mereka terlibat langsung dalam struktur NU dan sebagiannya lagi adalah para kesepuhan yang setia mengawal ajaran ahlussunnah wal jama’ah annahdiyyah.
NU Banten 2018
Pada hari Sabtu November 2018 dikukuhkanlah pengurus PWNU Banten masa bakti 2018-2023 di Alun-Alun Kota Serang Banten.  Dikukuhkan sebagai Rois Syuriah KH. Tb. Abdul Hakim dan Ketua Tanfidziah KH  Bunyamin. Hadir dalam acara pengukuhan itu Mustasyar PBNU KH. Maruf Amin, yang juga mantan Rais Aam PBNU), Kiayi Khos Banten Buya Muhtadi, Gubernur Wahidin Halim, Wagub Adhika Hazrumi.
Menarik dalam kepengurusan NU periode 2018-2023 ini, karena didalamnya bergabung para intelektual Banten yang dikenal keilmuannya dalam bidang pemikiran Islam di dunia perguruan tinggi, termasuk Rektor UIN Banten Prof. DR. Fauzul Iman dan Untirta Prof. DR. Soleh Hidayat, DR. Wawan wahyuddin, DR. Fatah Sulaiman, KH  DR. M. Romli dsb. Di samping para kiayi Sepuh Banten seperti Buya Murtado, KH. Ariman Anwar, KH. Maimun Ali dsb. Diharapkan NU Banten mengalami kejayaannya dalam periode emas ini, di tambah putra NU Banten yang sedang mengemban amanah sebagai Rois Syuriah PBNU yaitu Prof. DR. KH. Maruf Amin sedang menjadi calon wapres mendampingi Presiden Petahana Bapak Joko Widodo. Semoga semua ini menjadi tanda kebangkitan NU Banten yang menurut Gusdur ruh NU itu sebenarnya ada di Bumi Banten. Untuk para pendahulu kita alfatihah…
Di susun oleh: Imaduddin Utsman (Wakil katib PWNU Banten)